1. Janji Joni
Janji Joni bercerita mengenai seorang tukang pengantar gulungan film, Joni (Nicholas Saputra), yang tidak pernah telat mengantar gulungan film. Suatu hari saat dia bertemu dengan seorang wanita jelita (Mariana), Joni menanyakan namanya. Tapi perempuan itu hanya akan memberitahukannya kalau Joni bisa mengantarkan film tepat waktu. Joni berpikir ini adalah hal yang mudah, namun kali ini seisi kota Jakarta seakan-akan berkomplot melawannya. Berbagai halangan harus dia lewati; sepeda motornya dicuri, dipaksa ikut syuting film, tasnya yang berisi gulungan film dijambret, sampai harus membantu persalinan seorang istri supir taksi. Sementara itu, gulungan film di bioskop sudah hampir habis diputar.
Joni berpacu dengan waktu, seandainya dia gagal mengantarkan gulungan film tersebut tepat waktu, dia tidak akan pernah bertemu dengan wanita itu lagi.
2. Laskar Pelangi
Hari pertama pembukaan kelas baru di sekolah SD Muhammadyah menjadi sangat menegangkan bagi dua guru luar biasa, Muslimah (Cut Mini) dan Pak Harfan (Ikranagara), serta 9 orang murid yang menunggu di sekolah yang terletak di desa Gantong, Belitong. Sebab kalau tidak mencapai 10 murid yang mendaftar, sekolah akan ditutup.Hari itu, Harun, seorang murid istimewa menyelamatkan mereka. Ke 10 murid yang kemudian diberi nama Laskar Pelangi oleh Bu Muslimah, menjalin kisah yang tak terlupakan.5 tahun bersama, Bu Mus, Pak Harfan dan ke 10 murid dengan keunikan dan keistimewaannya masing masing, berjuang untuk terus bisa sekolah. Di antara berbagai tantangan berat dan tekanan untuk menyerah, Ikal (Zulfani), Lintang (Ferdian) dan Mahar (Veris Yamarno) dengan bakat dan kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka.Di tengah upaya untuk tetap mempertahankan sekolah, mereka kehilangan sosok yang mereka cintai. Sanggupkah mereka bertahan menghadapi cobaan demi cobaan?Film ini dipenuhi kisah tentang tantangan kalangan pinggiran, dan kisah penuh haru tentang perjuangan hidup menggapai mimpi, serta keindahan persahabatan yang menyelamatkan hidup manusia, dengan latar belakang sebuah pulau indah yang pernah menjadi salah satu pulau terkaya di Indonesia.
3. Sang Murabbi
Film ini berkisah tentang perjalanan dakwah Ustadz Rahmat Abdullah. Berawal dari persepsi positif Ustadz Rahmat muda tentang profesi guru, yang merupakan rekfleksi cita-citanya saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Setiap kali ditanya orang, apa cita-citanya, ia akan menjawab dengan mantap: menjadi guru! Persepsi itu kemudian menjadi elan vital yang menggerakkan seluruh energi hidup Ustadz Rahmat, ketika ia menimba ilmu di pesantren Asy Syafiiyah di bawah asuhan KH Abdullah Syafii. Bakat besar dan pemikirannya yang brilian, menjadikan Ustadz Rahmat dikagumi oleh setiap orang, terutama gurunya, KH Abdullah Syafii, yang menjadikan Ustad Rahmat muda sebagai murid kesayangannya. Ustadz Rahmat muda mulai merintis kariernya sebagai guru selulus dari Asy Syafiiyah. Selain di almamaternya, ia juga mengajar di sekolah dasar Islam lainnya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Perjalanan karier yang dipilihnya itu kemudian mempertemukannya dengan guru keduanya, Ustadz Bakir Said Abduh yang mengelola Rumah Pendidikan Islam (RPI). Melalui ustadz lulusan pergururan tinggi di Mesir itu, Ustadz Rahmat banyak membaca buku-buku karya ulama Ikhwanul Muslimin, salah satunya adalah buku Da’watuna (Hasan Al-Bana) yang kemudian ia terjemahankan menjadi Dakwah Kami Kemarin dan Hari Ini (Pustaka Amanah). Situasi ini, membuat potensi bakat Ustadz Rahmat Abdullah melejit dengan banyaknya referensi bacaan yang ia konsumsi, mulai dari kitab Arab klasik yang sudah sulit dicari, sampai buku-buku sastra dan budaya. Ia pun dikenal sebagai dai yang lengkap, karena tidak cuma menguasai ilmu-ilmu Islam yang “standard” tetapi juga persoalan-persoalan kontemporer. Potret paripurna kedaian Ustadz Rahmat terlihat ketika ia membina para pemuda di lingkungan rumahnya di kawasan Kuningan. Ustadz Rahmat menggunakan pendekatan yang masih sangat langka di kalangan dai, yaitu dengan grup teater yang didirikannya. Para pemuda itu diasuhnya dalam organisasi bernama Pemuda Raudhatul Falah (PARAF) yang menghidupkan masjid Raudhatul Falah di bilangan Kuningan dengan kegiatan-kegiatan keislaman. Pementasan grup teater binaan Ustadz Rahmat muda itu mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Salah satunya adalah pementasan berjudul Perang Yarmuk. Pada pementasan inilah, Ustadz Rahmat dan para pemuda PARAF harus berhadapan dengan aparat yang mencoba membubarkan pementasan. Akibat pementasan itu, Ustadz Rahmat dikenai wajib lapor. Tapi, hingga hari ini, Ustadz Rahmat tidak pernah mau meladeni aturan yang menindas kebebasan itu. “Saya tidak akan pernah datang ke kantor kalian,” kata Ustadz Rahmat kepada Suryo, seorang aparat yang bertugas menyatroninya. “Kalau ibu saya yang memanggil, baru saya mau datang.”
Keteguhan pada prinsip dan ketegasan sikapnya itulah yang membuat Suryo ngeper. Hingga bertahun kemudian keteguhan dan ketegasan itu tetap terpelihara dengan baik, meski Almarhum harus terlibat dalam wasilah (sarana) dakwah bernama partai. Ia tetap dikenal sebagai guru ngaji, inspirator kaum muda yang progresif dan berpikiran jauh ke depan. Undangan daurah satu ke daurah yang lain tetap disambanginya. Tak ada yang berubah, termasuk ciri khas yang menjadi warisan dari kedua orang tuanya yang mulia: kesederhanaan.
Ustadz Rahmat memang berada di jenjang tertinggi partai, serta terpilih pula sebagai wakil rakyat di DPR pusat. Namun, ia kerap dipergoki sedang menyetop bus kota untuk mendatangi sebuah undangan. Ia kerap terlihat jalan kaki untuk jarak yang cukup jauh. Tak ada yang berubah, karena ia sadar betul bahwa langkah itulah yang dimulainya dulu sebagai permulaan di jalan dakwah.
Hingga akhirnya, di sebuah hari yang sibuk dan berat, Ustadz Rahmat merasakah tanda-tanda kesehatannya terganggu. Namun, rasa tanggung jawabnya yang besar terhadap amanah dakwah, membuat ia tak begitu mempedulikan tanda-tanda itu.
Ia masih terlibat dalam sebuah syuro penting. Lalu, saat adzan berkumandang dan ia beranjak untuk memenuhi panggilan suci itu, ia berjalan ke tempat wudhu. Saat berwudhu, tanda-tanda itu makin kuat, menelikung pembuluh darah di bagian lehernya. Ia coba untuk menyempurnakan wudhunya, tapi rasa sakit yang merejam-rejam kepalanya membuatnya limbung.
Disaksikan oleh Ustadz Mahfudzi, salah seorang muridnya, Ustadz Rahmat nyaris terjatuh. Ustadz Mahfudzi cepat memapahnya, lalu mencoba menyelamatkan situasi. Tetapi Allah lebih sayang kepada Ustadz Rahmat Abdullah. Innalillahi wa innailaihi raaji’uun…Syaikhut Tarbiyah itu meninggalkan kita dengan senyum yang amat tulus…hujan air mata dari seluruh pelosok tempat mengiringi kepulangan beliau.
4. Gie
Sejak kecil, Gie adalah orang yang enggan ditindas. Ia ingin merdeka dengan segala pikirannya. Itu sebabnya ia kerap memberontak. Tapi, ia pandai. Nilai-nilainya termasuk bagus kalau pun ada yang jelek karena gurunya tak suka dikritiknya.
Dalam pertumbuhannya dia bersahabat dengan Han, pemuda yang tinggal bersama tantenya yang galak. Pertemanan itu baru terpisahkan ketika Han mesti mengikuti sang tante pindah. Kelak mereka dipertemukan lagi saat keduanya telah memilih jalur politisnya masing-masing. Han masuk Partai Komunis Indonesia dan Gie berjuang dengan jalurnya sendiri.
Gie kemudian dikisahkan menjadi mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Di sana, ia bertemu dengan teman-teman yang seide. Herman Lantang, Denny, dan Ira adalah teman-teman seperjuangannya. Mereka punya minat yang sama, termasuk naik gunung. Gie dan Herman adalah pendiri Mapala UI. Di kampus, ia tetap mengemukakan ide-idenya melawan Soekarno yang dinilainya hidup bermewah-mewah di atas penderitaan rakyat. Namun, ia tetap tidak ingin mengelompokkan diri pada satu organisasi mahasiswa tertentu, apalagi yang berbasis agama.
Dalam perjuangannya, Gie digambarkan mengikuti sebuah organisasi yang dipimpin Soemitro Djojohadikusumo, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang juga menentang Soekarno. Dalam jaringan ini, Gie aktif menyebarkan selebaran yang dibuat Soemitro yang saat itu bermukim di luar negeri dan bahkan membuat pamflet-pamflet.
Kiprah Gie bukan cuma di kampus. Tulisan-tulisannya tentang kondisi sosial masa itu yang dimuat diberbagai media pun sangat tajam. Kadang, pemimpin redaksi koran yang menerima tulisannya mesti berpikir ulang untuk memuatnya.
5. Ged Married I dan II
Get Married adalah Film lokal Indonesia garapan StarVision yang mulai tayang di bioskoppada bulan Oktober 2007. Get Married menjadi film Indonesia terlaris kedua tahun 2007 dengan jumlah penonton 2,2 Juta orang.
Get Married 2 adalah film Indonesia dari StarVision yang dirilis 18 September 2009 dengan disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan dibintangi oleh Nirina Zubir, Nino Fernandez, Aming,Ringgo Agus Rahman, Deddy Mahendra Desta, Jaja Mihardja, Meriam Bellina, Ira Wibowo,Marissa Nasution, Hengky Solaiman, dan Ruhut Sitompul. Film yang merupakan sekuel dari film box office Get Married ini juga tak kalah laris dari seri pertama. Get Married 2 mengumpulkan jumlah penonton sebanyak 1.680.000 orang.
6. Jomblo
Jomblo adalah film tentang empat cowok yang mencoba mencari makna cinta. Disini dikisahkan dimana mereka mencoba menyikapi cinta dalam berbagai macam cara dari sisi pandang keempat orang cowok yaitu Agus, Doni, Bimo dan Olip. Film ini diangkat dari novel jomblo karya Adithya Mulya yang sangat laris dipasaran dan telah melakukan 13 kali cetak ulang. Seperti novelnya yang laris, film ini juga laku di pasaran sehingga sekarang dibuat serial Jomblo The Series yang tayang di RCTI. Tidak seperti halnya film layar lebar yang dibuat sinetronya, Jomblo The Series tetap menggunakan pemain dan sutradara yang sama dengan layar lebar dan penulis yang sama dengan novel.
7. Catatan Akhir Sekolah
Catatan Akhir Sekolah adalah sebuah film produksi Rexinema yang berkisah tentang 3 anak SMU yang ingin membuat sebuah film dokumenter tentang sekolahnya yang akan dipasang pada pentas seni akhir tahun. Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo dengan menampilkan Vino Bastian, Ramon Y Tungka, dan Marcel Chandrawinata, serta didukung oleh Christian Sugiono dan Joanna Alexandra.
8. Denias
Denias, Senandung di Atas Awan adalah film yang disutradari oleh John de Rantau dan diproduksi pada tahun 2006, dibintangi antara lain oleh Albert Thom Joshua Fakdamer, Ari Sihasale, Nia Zulkarnaen dan Marcella Zalianty. Film Denias, Senandung di Atas Awan berhasil masuk panitia seleksi Piala Oscar tahun 2008. Selain Denias, film Opera Java dan The Photograph juga sempat ingin diseleksi. Tapi akhirnya hanya Denias yang terpilih diseleksi utk kategori film asing.Denias Masuk Piala Oscar
9. Nagabonar Jadi Dua
Nagabonar Jadi 2 adalah sebuah film indonesia tahun 2007 yang merupakan sekuel dari film Nagabonar (1987). Film ini meraih penghargaan sebagai Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2007 dan "Movie of the Year" dari Guardians e-Awards. Versi novel film ini, juga berjudul Nagabonar Jadi 2, ditulis oleh Akmal Nasery Basral, novelis yang juga wartawanmajalah Tempo. Film ini menjadi film terlaris tahun 2007 dengan meraih penjualan tiket sebanyak 2,4 Juta penonton.
10. Jagad x Code
Tiga anak muda pengangguran yang tinggal di kampung Kali Code Yogyakarta. Mereka adalah Jagad (Ringgo Agus Rahman), Bayu (Mario Irwiensyah), dan Gareng (Opi Bachtiar) berusaha mewujudkan keinginannya masing-masing. Jagad ingin membelikan mesin cuci bagi ibunya, Bayu ingin mempunyai sendiri lapak jualan buku dan majalah, sementara Gareng ingin membuat salon kecil buat Menik adiknya. Keinginannya tersebut terbentur masalah dana. Mereka bertiga tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Akan tetapi, sebuah pertemuan yang tidak sengaja dengan tokoh preman bernama Semsar (Tio Pakusadewo) seakan akan akan merubah semuanya. Mereka dijanjikan akan mendapatkan uang sebanyak tiga puluh juta jika mampu menemukan sebuah benda yang bernama flashdisk. Tetapi karena kesenjangan teknologi, mereka bertiga tidak tahu apa itu flashdisk. Pun ketika mereka mencoba bertanya pada orang di sekitar mereka. Tidak seorang pun yang mengerti flasdisk itu apa. Ketika flashdisk yang dimaksud ditemukan, barulah mereka mengerti kenapa benda kecil itu dicari oleh banyak pihak.